Kebijakan Fisikal Islam dan Upaya Mengatasi Disparitas Ekonomi
Kebijakan Fisikal Islam dan Upaya Mengatasi Disparitas Ekonomi
Oleh:
Fauzul Masyhudi, M.Ag
(Dosen Ilmu Hukum Fakultas Syari'ah UIN "IB" Padang)
Tulisan ini bertujuan untuk mengatasi disparansi ekonomi menurut kebijakan fisikal islam. Kali ini akan membahas tentang upaya mengatasi dispentaris fisikal islam dilakukan dengan cara membangun ekonomi secara prinsip-prinsip islam dan harus memegang teguh dasar-dasar dan pondasi islam yaitu tauhid, keadilan, khilafah dan tazkiyah. Konsep fisikal islam harus lebih difokuskan kepada pendistribusian ekonomi secara merata. Pada aspek tujuan Islam tidak hanya menekankan equilibrium antara permintaan dan penawaran uang akan tetapi juga mengupayakan terjadinya pemerataan dengan prinsip keadilan dan persaudaraan, sehingga tercipta distribusi kekayaan dan pendapatan secara adil pula. Salah satu strategi Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah memajukan aspek kehidupan ekonomi. Pengembangan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Diantarnya adalah dengan memberdayakan kekayaan sumber daya alam yang telah diciptakan Allah. Dalam konteks upaya mengatasi disparitas ekonomi dapat dilakukan dengan cara optimalisasi penerimaan dari instrumen kebijakan fisikal islam melalui penguatan regulasi, modernisasi, manajemen dan pengelolaan serta singkronisasi dan integrasi antar kebijakan fisikal konvensional dan fisikal islam.
kebijakan fisikal merujuk pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah dalam instrumen berupa penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang berlangsung selama periode tahunan.
Pemerintah, baik dalam bentuk Republik maupun kerajaan mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan masyarakat yang dipimpinnya. Semua kebijakannya, harus didasarkan pada maslahat atau kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, masyarakat yang telah memberikan mandat kepada pihak Pemerintah, harus tunduk dan patuh kepadanya. Jika kewajiban timbalbalik ini dapat berjalan dengan baik, negara yang adil dan makmur akan menjadi kenyataan. Akan tetapi jika terjadi sebaliknya, dapat dipastikan kesenjangan sosial akan terjadi dan negara akan dalam keadaan kacau balau. Salah satu strategi Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat adalah memajukan aspek kehidupan ekonomi.
Negara mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan amanat konstitusi, salah satu ketentuan yang terdapat dalam konstitusi UUD 1945 adalah ketentuan Pasal 34 ayat (1) berbunyi bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, dan ayat (2) nya berbunyi bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Masalah yang terjadi kerap kali pengelolaan uang negara serta fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi perekonomian sering tidak berimbang, sehingga penerapan ekonomi mengakibatkan kesenjangan sedang kebijakan fisikal islam menerapkan sistem keadilan. Kebijakan fisikal dalam suatu negara diharapkan sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai islam karena tujuan pokok agama islam adalah mencapai kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Pada dasarnya kemiskinan berpangkal pada masalah distribusi kekayaan yang timpang dan tidak adil. Karena itu islam menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan dalam masyarakat dapat dihilangkan.
Secara detail dapat dijelaskan bahwa struktur APBN dalam sistem fisikal islam dan instrumennya adalah sebagai berikut: pertama, pendapatan negara terdiri dari pendapatan tetap seperti zakat, kharaj, jizyah, ‘ursy dan pendapatan tidak tetap terdiri dari khums, infaq, sedekah, wakaf, hibah, kuffrah, warisan kalalah, dan pendapat hal lainnya. Dengan demikian pendapatan negara ini terdiri dari zakat, wakaf, pajak (‘urys, kharaj, jizyah, dan khums) dan pendapatan l;ain yang bersumber dari pendapatan halal. Kedua, pengeluaran negara dalam sistem fisikal islam digunakan untuk penyebaran agama islam, pendidikan dan kebudayaan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangun armada perang dan hankam, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
Sebagai intrumen pertama dan utama, zakat merupakan intid ari sumber keuangan negara dalam ekonomi islam. Pendapatan zakat didistribusikan untuk mustahik zakat yang meliputi delapan golongan, sebagaimana yang tercantum dalam QS. At-taubah ayat 60. Dana yang berasal dari zakat tidak boleh sama sekali diperoleh untuk menarik laba atau modal pembangunan.
Zakat sebagai sumber penerimaann utama memiliki potensi yang besarmengingat hukumnya wajib. Selain itu objek zakat dalam dunia modern saat ini bertambah luas dengan memungkinkannya menarik zakat profesi selain zakat pertanian dan peternakan, zakat perusahaan dan sebagainya. Ajaran islam secara rinci telah menentukan syarat dan kategori harta yang harus dikeluarkan zakatnya, serta lengkap dengan tarifnya. Pemerintah dapat memperluas objek pajak yang wajib dizakati dengan berpegang pada nass umum yang ada dan pemahaman terhadap realita modern.
A. Instrunmen Fisikal Islam dalam Konteks Keindonesiaan
Instrumen yang dimaksud adalah berupa zakat, wakaf, mawa’ib, jizyah, kharaj, khums, ‘urs, kaf-farat, pinjaman dan amwalfadhl. Dalam konteks indonesia, agar dana zakat secara kuantatif maupun kualitatif cukup banyak, maka untuk mengoptimalkannya pemerintah seharusnya lebih serius dalam menangani hal tersebut.
Diindonesia perkembangan zakat semakin baik, namun jumlah dana yang didapat tidak mempu dijadikan sebagai pendapatan utama negara. Tidak seperti pemerintah islam pada masla nabi dan khulafaurrasyidin. Zakat dan sedekat sebagai pendapatan utama negara dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu sedah selayaknya demi mengoptimal penerimaan negara.
Instrumen kedua adalah wakaf. Menurut HKI pasal 1, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagaui benda dari miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam. Sebagai instrumen fisikal maka saat ini mulai bekembang wakaf uang. Perkembangan wakaf tunai ini akan semakin mempertegas posisi wakaf sebagai instrumen keunagn umat yang sangat potensial.
Intrumen ketiga adalah mawa’ib. mawa’ib merupakan pajak umum yang dibebankan atas warga negara untuk menanggung kesejahteraan sosial aatu kebutuhan dana untuk situasi darurat. Pajak ini dibebankan pada kaum muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat.
Intrumen keempat adalah jizyah. Jizyah pada konsep indonesai, konsep jizyah mustahil dilaksanakan mengingat negara indonesia bukan negara islam tetapi negara yg berbasis demokrasi. Konsekuensi logisnya, kedudukan umat islam dan non muslim memiliki kedudukan yang sama, tidak ada yang tersubordinasi mekipun muslim jadi mayorita.
Intrumen kelima adalah kharaj. Penerapan kharaj diindonesia juga tidak efektif dilakukan karena dasar munculnya kharaj adalah penakhlukan, sedang indonesia didasari oleh konsesus. Seluruh WNI memiliki kedudukan yang sama walaupun terjadi perbedaan ras, suku dan agama.
Instrumen keenam adalah khums. Diera sekarang khums sulit diwujudkan karena pengenaannya didasarkan pada hasil peperangan.
Intrumen ketujuh adalah ‘urys. Implementasi ‘ursy di indonesia jika didasarkan agama maka susah untuk dilaksanakan. Jika ‘usyr didasarkan pada orang yang singgahj dinegara harus membayar pajak maka bisa diimplementasikan dengan catatan harus disesuaikan dengan perkembangan zaman maupun peraturan yang ada.
Intrumen kedelapan adalah kafarat. Kaffarat dapat diterapkan diindonesia, perlu regulasi dan perangkat untuk mengatur pembayaran kaffarat tersebut. Walau potensi dari instrumen kaffarat tidak besar tetapi akan menambahkan jumlah penerima negara.
Intrumen kesembilan dalah pinjaman. Konteks indonesia, intrumen pinjaman ini bisa menjadi alternatif pembiayaan negara jika memang membutuhkannya. Skema pinjamkan ini bisa arahkan kepada pinjaman syari’ah misalnya dengan intrumen sukuk.
Intrumen kesepuluh adalah amwal fadla. Penerapan amwal fadla sangat mungkin dilakukan di indonesia, potensi kaum muslimin yang meninggal ataupun meninggalkan negara tetap ada. Jika pos ini dikelola dan dibuat regulasinya maka akan menjadi tambahan penerimaan negara. (A Jaelani, Pengelolaan APBN dan Politik Aggaran Di Indonesia Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Keagamaan Dan Kemasyarakatan (ISSN: 1410-3222), 2012)
B. Distribusi pendapatan dalam islam
Dalam ekonomi modrn saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa distribusi merupakan sektor terpenting dalam aktivitas ekonomi. Dalam islam distribusi sumber-sumber daya secara adil bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan kekayaan dalam masyarakat muslim. Distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari falsafah nilai islam dan didasarkan pada komitmen islam terhadap persaudaraan kemanusiaan. Mengingat bahwa sumber daya relatif terbatas maka maqasid tidak dapat diwujudkan tanpa diguanakan dalam batas kemanusiaan dan kemaslahatan umum.
Prinsip utama konsep distribusi dalam pandangan islam adalah peningkatan dan pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan sehingga kekayaan yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar diantara golongan tertentu saja. Fisikal islam menawarkan solusi untuk menekan disparitas ekonomi melalui kekayaan menurut ekonomi islam. (Agus Waluyo, Kebijakan Fisikal dan Upaya Mengatasi Disparitas Ekonomi Perspektif Islam, Jurnal Wacana Hukum Islam Dan Kemanusiaan, Volume 17 Nomor 1, Juni 2017)
C. Kritik Terhadap Kebijakan Fisikal Islam Dalam Upaya Mengurangi Disparitas Ekonomi
Prinsip islam tentang kebijakan fisikal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Kebijakan fisikal dalam suatu negara diharapkan sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai islam karena tujuan pokok agama islam adalah mencapai kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan.
Pembelanjaan pemerintah dalam koridor fisikal islam berpegang pada terpenuhnya pemuasan semua kebutuhan primer tiap-tiap individu dan kebutuhan sekundernya dan hajat nya sesuai dengan kadar kemampuan sebagai individu yang hidup dalam masyarakat.
Menurut maliky kebutuhan pokok yang disyariatkan oleh islam terbagi 2, yaitu:
1. Kebutuhan-kebutuhan primer bagi setiap individu secara menyeluruh. Kebutuhan ini meliputi pangan, sandang dan tempat tinggal.
2. Kebutuhan pokok bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan ini dikategorikan sebagai keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Concern fisikal islam harus lebih difokuskan kepada pendistribusian ekonomi secara merata. Dengan pendistribusian secara merata akan terjamin keadilan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak ada pemisah antara si kaya dan si miskin. Dengan demikian prinsip keadilan tersebut, akan terjamin kebutuhan primer secara menyeluruh bagi tiap individu rakyat, disamping masing-masing individu akan mampu memenuhi kebutuhan skundernya dan Luksnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam islam mengatur kebijakan-kebijakan yang menuntut pada keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. dalam islam kebutuhan menjadi alasan untuk mencapai pendapatan yang minimum, sedangkan kecukupan dalam standar hidup yang lebih baik adalah suatu hal yang mendasari dalam sistem distribusi dan redistribusi kekayaan,setelah itu baru dikait deengan kerja dan kepemilikan pribadi. Setaip manusia harus mencapai batas minimum , bahkan diupayakan untuk mencapai standar hidup yang lebih baik, hal tersebut menjadi asumsi para ulama sebagai titik pembeda dengan yang kekurangan.
Islam mengenalkan batasan tersebut merupakan hal orang yang harus disediakan oleh otoritas sosial negara. Hal ini menunjukkan kewajiban menyisihkan harta bagi yang berkecukupan untuk mereka yang kekurangan adalah merupakan dana kompensasi atas kekayaan mereka. Jadi, otoritas negara punya kewenangan untuk mengolahnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Prinsip islam tentang kebijakan fisikal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Distribusi pendapatan dalam islam merupakan penyaluran harta yang ada, baik dimiliki oleh pribadi atau umum (publik) kepada pihak yang berhak menerima yang ditujukan untuk meningkatkan jesejahteraan masyarakat sesuai dengan syariat.
Fokus dari distribusi pendapatan dalam islam adalah proses pendribusiannya. Kewajiban menyisihkan sebagian harta bagi pihak yang berkecukupan diyakini sebagai kompensasi atas kekayaannya dan disisi lain merupakan insentif untuk kekayaan pihak defisit. Konsep tersebut dapat dimaknai adanya upaya menekan tingkat disparitas melalui pengaturan distribusi pendapatan.
#Fauzul Masyhudi, M.Ag
Tidak ada komentar