Krisis Moral dan Etika Terhadap Pendidikan di
Indonesia
Oleh:
Fauzul
Masyhudi, M.Ag
Universitas
Islam Negri (UIN) Imam Bonjol Padang
Email : xaxukumonako@gmail.com
|
Fauzul Masyhudi, M.Ag |
Abstrak
Krisis moral dan
etika dalam pendidikan di Indonesia telah menjadi masalah yang semakin serius,
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan siswa dan lingkungan sekolah. Artikel ini
mengkaji penyebab utama krisis ini, termasuk ketidakadilan sosial dan ekonomi,
kualitas pendidikan yang rendah, kurangnya keteladanan dari tokoh pendidikan,
serta pengaruh negatif teknologi dan media sosial. Dampak krisis ini mencakup
penurunan kualitas sumber daya manusia, kerusakan lingkungan sekolah, dan
hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan. Upaya yang disarankan
untuk mengatasi krisis ini meliputi revitalisasi kurikulum pendidikan karakter,
pelatihan etika untuk guru, peningkatan peran orang tua dan masyarakat,
penggunaan teknologi secara bijak, serta peningkatan pengawasan dan penegakan
hukum. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat
menghasilkan generasi yang bermoral dan beretika tinggi.
Kata Kunci: krisis
moral, etika, pendidikan Indonesia, pendidikan karakter, teknologi, media
sosial, pelatihan etika, kualitas pendidikan, lingkungan sekolah, kepercayaan
publik.
PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki
peran sentral dalam membentuk karakter dan moral individu, yang merupakan
fondasi penting untuk menciptakan masyarakat yang berintegritas dan bertanggung
jawab. Sejak dini, nilai-nilai etika dan moral ditanamkan melalui berbagai
proses pendidikan, baik formal maupun informal. Dalam konteks Indonesia,
pendidikan diharapkan tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara
akademis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan moral yang baik. Namun,
belakangan ini, terjadi krisis moral dan etika yang semakin mengkhawatirkan di
dunia pendidikan. Krisis ini terlihat dari berbagai perilaku tidak etis yang
ditunjukkan oleh siswa dan tenaga pendidik, serta kebijakan pendidikan yang
kurang mendukung pengembangan moral dan etika.
Berbagai faktor telah
diidentifikasi sebagai penyebab krisis moral dan etika ini. Ketidakadilan
sosial dan ekonomi memainkan peran penting dalam membentuk moral dan etika
individu. Anak-anak dari keluarga yang kurang mampu sering kali tidak
mendapatkan pendidikan moral yang memadai di rumah, sementara tekanan ekonomi
dapat mempengaruhi perilaku etis mereka di sekolah. Selain itu, kualitas
pendidikan yang rendah, termasuk kurangnya pelatihan etika bagi guru, berkontribusi
pada masalah ini. Kurikulum yang tidak memprioritaskan pendidikan karakter,
serta kurangnya dukungan dan sumber daya yang memadai, memperburuk situasi ini.
Keteladanan dari tokoh
pendidikan juga menjadi faktor penting dalam membentuk moral dan etika siswa.
Sayangnya, kasus-kasus korupsi dan pelanggaran etika oleh guru dan pemimpin
pendidikan telah mencoreng dunia pendidikan.Hal ini mengikis integritas moral
dan etika di lingkungan sekolah dan masyarakat luas. Selain itu, pengaruh
negatif teknologi dan media sosial juga turut berkontribusi. Anak-anak dan
remaja sering kali terpapar pada konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
moral, tanpa bimbingan yang
tepat, dapat merusak moral dan etika anak bangsa.
Untuk mengatasi krisis
ini, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari semua pihak yang
terlibat dalam pendidikan. Pemerintah perlu merevitalisasi kurikulum pendidikan
karakter, memastikan pelatihan etika yang memadai bagi guru, dan meningkatkan
pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran etika. Orang tua dan
masyarakat juga harus berperan aktif dalam mendukung pendidikan moral
anak-anak. Penggunaan teknologi harus diawasi dan dipandu dengan bijak untuk
mencegah dampak negatifnya terhadap moral dan etika siswa. Dengan kerjasama yang
baik dan langkah-langkah yang tepat, diharapkan pendidikan di Indonesia dapat
menghasilkan generasi yang bermoral dan beretika tinggi, serta mampu menghadapi
tantangan masa depan dengan integritas dan tanggung jawab yang kuat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan survei untuk
mengidentifikasi dan menganalisis krisis moral dan etika dalam pendidikan di
Indonesia. Studi kasus dilakukan pada beberapa sekolah di berbagai daerah, baik
di perkotaan maupun pedesaan, untuk mendapatkan gambaran yang lebih
komprehensif tentang penyebab dan dampak krisis ini. Data dikumpulkan melalui
wawancara mendalam dengan guru, siswa, dan orang tua, serta observasi langsung
di lingkungan sekolah. Selain itu, dokumen-dokumen terkait seperti kebijakan
sekolah, catatan perilaku siswa, dan laporan pelanggaran etika juga dianalisis
untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam.
Survei juga dilakukan
untuk mengukur persepsi dan pengalaman siswa, guru, dan orang tua terkait krisis
moral dan etika di sekolah. Survei ini mencakup pertanyaan-pertanyaan tentang
frekuensi dan jenis perilaku tidak etis yang terjadi, faktor-faktor yang
dianggap berkontribusi terhadap krisis tersebut, serta dampaknya terhadap
proses belajar mengajar dan lingkungan sekolah secara keseluruhan. Hasil dari
studi kasus dan survei kemudian dianalisis secara tematik untuk
mengidentifikasi pola dan tren yang relevan, serta untuk merumuskan rekomendasi
kebijakan dan praktik yang dapat diterapkan untuk mengatasi krisis moral dan
etika dalam pendidikan di Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Penyebab
Krisis Moral dan Etika dalam Pendidikan
1. Ketidakadilan Sosial dan Ekonomi
Ketidakadilan sosial
dan ekonomi sering kali mempengaruhi moral dan etika individu. Anak-anak dari latar
belakang ekonomi yang kurang beruntung mungkin tidak mendapatkan pendidikan
moral yang memadai, baik di rumah maupun di sekolah. Ketidakadilan ini
menciptakan kesenjangan yang signifikan dalam akses terhadap pendidikan
berkualitas. Selain itu, tekanan ekonomi yang dihadapi keluarga kurang mampu
sering kali membuat mereka lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar daripada
pendidikan moral. Hal ini menyebabkan anak-anak dari keluarga ini cenderung
mengalami kekurangan dalam pengajaran nilai-nilai etika dan moral yang penting.
Ketidakadilan ekonomi
juga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tindakan tidak etis. Misalnya,
dalam beberapa kasus, tekanan ekonomi dapat memaksa guru untuk melakukan
tindakan tidak etis seperti memberikan nilai yang lebih tinggi kepada siswa
yang mampu membayar uang tambahan.
2. Kualitas Pendidikan yang Rendah
Kualitas pendidikan
yang rendah, termasuk kurangnya pelatihan etika dan moral bagi guru,
berkontribusi pada krisis ini. Kurikulum yang tidak memprioritaskan pendidikan karakter
juga menjadi salah satu penyebabnya. Banyak sekolah yang lebih berfokus pada
pencapaian akademik dan nilai ujian, mengabaikan pentingnya pendidikan
karakter. Selain itu, kurangnya pelatihan bagi guru dalam mengajarkan etika dan
moral membuat mereka tidak siap untuk menangani tantangan ini. Tanpa pemahaman
dan keterampilan yang memadai, guru sulit untuk menanamkan nilai-nilai moral
yang kuat kepada siswa.
Kualitas pendidikan
yang rendah juga mencerminkan kurangnya sumber daya dan fasilitas yang memadai.
Sekolah-sekolah di daerah terpencil sering kali kekurangan guru yang
berkualitas dan fasilitas yang memadai untuk mendukung pendidikan moral. Hal
ini memperparah situasi, karena tanpa dukungan yang memadai, upaya untuk
mengajarkan etika dan moral kepada siswa menjadi lebih sulit dan kurang
efektif.
3. Kurangnya Keteladanan dari Tokoh Pendidikan
Keteladanan dari guru
dan pemimpin pendidikan sangat penting dalam membentuk karakter siswa. Namun,
kasus-kasus korupsi dan pelanggaran etika oleh tokoh pendidikan telah mencoreng
dunia pendidikan di Indonesia. Guru dan pemimpin pendidikan yang terlibat dalam
tindakan tidak etis memberikan contoh yang buruk kepada siswa. Hal ini mengikis
integritas moral dan etika di lingkungan sekolah dan masyarakat luas.Keteladanan
yang buruk juga dapat merusak kepercayaan siswa terhadap sistem pendidikan.
4. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial
Teknologi dan media
sosial dapat memberikan dampak negatif pada moral dan etika siswa jika tidak
digunakan dengan bijak. Penyebaran konten yang tidak pantas dan perilaku tidak
etis di media sosial dapat menular ke dunia nyata. Anak-anak dan remaja sering
kali terpapar pada konten yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral yang
diajarkan di rumah atau di sekolah. Tanpa bimbingan yang tepat, mereka mungkin
meniru perilaku tersebut, yang dapat merusak moral dan etika mereka. Selain
itu, penggunaan teknologi yang berlebihan juga dapat mengurangi waktu yang
dihabiskan untuk interaksi sosial yang positif, yang penting untuk pengembangan
moral dan etika.
Penggunaan teknologi
yang tidak terkendali juga dapat menciptakan masalah seperti cyberbullying dan
penyebaran informasi palsu. Oleh karena itu, penting untuk memberikan
pendidikan yang memadai tentang penggunaan teknologi dan etika digital kepada
siswa.
B. Dampak Krisis Moral dan Etika
dalam Pendidikan
1. Penurunan Kualitas Sumber Daya Manusia
Krisis moral dan etika
dapat mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya manusia. Individu yang tidak
memiliki dasar moral yang kuat cenderung terlibat dalam tindakan yang merugikan
masyarakat, seperti korupsi, kekerasan, dan perilaku tidak etis lainnya. Dalam
jangka panjang, krisis moral ini dapat menghambat pembangunan nasional dan
mengurangi daya saing Indonesia di kancah internasional.
Dampak jangka panjang
dari krisis ini adalah terciptanya generasi yang kurang berintegritas. Ketika
moral dan etika tidak diutamakan, individu-individu cenderung memprioritaskan
kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Hal ini dapat merusak tatanan
sosial dan menciptakan ketidakstabilan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Selain itu, krisis moral juga dapat mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap institusi-institusi penting, termasuk pemerintah dan sistem
hukum.
2. Kerusakan Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang
tercemar oleh tindakan tidak etis dapat mengganggu proses belajar mengajar.
Ketika lingkungan sekolah dipenuhi dengan perilaku tidak etis, seperti
bullying, kekerasan, dan penipuan, siswa tidak dapat fokus pada pembelajaran.
Selain itu, guru juga mungkin merasa tidak termotivasi untuk mengajar dengan
baik jika mereka harus menghadapi lingkungan kerja yang tidak kondusif. Hal ini
menciptakan siklus negatif yang sulit diputus, di mana krisis moral dan etika
terus berlanjut dan memperburuk situasi.
3. Kehilangan
Kepercayaan Publik
Krisis ini juga dapat
menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan. Orang tua
mungkin ragu untuk mempercayakan pendidikan anak-anak mereka kepada institusi
yang dianggap tidak bermoral. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap
sekolah dan guru, mereka mungkin mencari alternatif pendidikan lain, seperti
homeschooling atau sekolah swasta yang lebih mahal.Selain itu, hilangnya
kepercayaan publik juga dapat mengurangi dukungan finansial dan moral dari masyarakat
terhadap institusi pendidikan, yang pada gilirannya dapat memperburuk kondisi
pendidikan.
C. Upaya Mengatasi Krisis Moral dan
Etika dalam Pendidikan
1. Revitalisasi Kurikulum Pendidikan Karakter
Pemerintah dan pihak
terkait harus merevitalisasi kurikulum pendidikan karakter yang komprehensif.
Pendidikan karakter harus menjadi bagian integral dari semua mata pelajaran,
bukan hanya sekadar pelengkap. Kurikulum yang mencakup pendidikan karakter
harus dirancang sedemikian rupa sehingga nilai-nilai moral dan etika diajarkan
melalui berbagai kegiatan dan metode pengajaran. Selain itu, evaluasi dan
penilaian terhadap perkembangan karakter siswa harus dilakukan secara rutin
untuk memastikan bahwa pendidikan karakter berjalan efektif. Pendekatan
holistik ini akan membantu membentuk individu yang berintegritas dan
bertanggung jawab.
2. Pelatihan Etika untuk Guru dan Tenaga Pendidik
Guru dan tenaga
pendidik harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai etika dan moral. Mereka
harus dipersiapkan untuk menjadi teladan yang baik bagi siswa dan mampu
mengintegrasikan pendidikan moral dalam proses belajar mengajar. Pelatihan ini
harus mencakup pengajaran tentang bagaimana mengatasi tantangan etika yang
mungkin dihadapi dalam lingkungan sekolah, serta strategi untuk menanamkan
nilai-nilai moral yang kuat kepada siswa. Dengan pelatihan yang memadai, guru
dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam mengatasi krisis moral dan
etika di sekolah.
Selain pelatihan
formal, guru juga harus didukung dengan sumber daya dan materi pendidikan yang
memadai. Buku panduan, modul pelatihan, dan alat bantu pembelajaran tentang
etika dan moral harus disediakan untuk membantu guru dalam mengajarkan
nilai-nilai ini. Selain itu, forum diskusi dan komunitas praktik juga dapat
dibentuk untuk memungkinkan guru berbagi pengalaman dan strategi dalam
mengajarkan etika dan moral kepada siswa.
3. Peningkatan Peran Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua dan
masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk moral dan etika anak-anak.
Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat harus ditingkatkan untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan moral dan etika yang baik.
Sekolah dapat mengadakan program atau kegiatan yang melibatkan orang tua dalam
proses pendidikan moral, seperti seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
Selain itu, masyarakat juga harus diberdayakan untuk mendukung pendidikan
karakter melalui berbagai inisiatif, seperti program mentoring dan kegiatan
sosial yang positif. Dengan kerjasama yang baik, upaya untuk mengatasi krisis
moral dan etika dapat berjalan lebih efektif.
4. Penggunaan Teknologi secara Bijak
Teknologi harus
dimanfaatkan secara bijak dalam pendidikan. Pengawasan dan panduan yang tepat
harus diberikan kepada siswa mengenai penggunaan teknologi dan media sosial. Sekolah
harus menyediakan pelatihan tentang literasi digital dan etika penggunaan
teknologi untuk siswa dan guru. Selain itu, kebijakan dan aturan yang jelas
mengenai penggunaan teknologi di sekolah harus ditegakkan untuk mencegah
penyalahgunaan. Dengan pendekatan yang bijak, teknologi dapat menjadi alat yang
efektif untuk mendukung pendidikan moral dan etika, daripada menjadi sumber
masalah.
Teknologi dapat
digunakan untuk mendukung pendidikan moral melalui berbagai cara, seperti
penggunaan aplikasi pembelajaran yang mengajarkan nilai-nilai moral, program
mentoring online, dan platform diskusi yang mempromosikan perilaku etis. Selain
itu, sekolah harus memiliki kebijakan yang jelas tentang penggunaan perangkat
digital dan media sosial, serta mekanisme pengawasan untuk memastikan kepatuhan
terhadap kebijakan tersebut. Dengan pendekatan yang tepat, teknologi dapat
menjadi alat yang efektif untuk memperkuat pendidikan moral dan etika di
sekolah.
5. Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum
Pengawasan dan penegakan
hukum terhadap tindakan tidak etis dalam dunia pendidikan harus diperketat.
Kasus-kasus pelanggaran etika harus ditangani dengan tegas untuk memberikan
efek jera. Pemerintah dan pihak berwenang harus memastikan bahwa ada mekanisme
yang efektif untuk melaporkan dan menangani pelanggaran etika di sekolah.
Selain itu, sanksi yang tegas harus diberikan kepada mereka yang melanggar
aturan etika, baik itu siswa, guru, atau pejabat pendidikan. Dengan penegakan
hukum yang tegas, diharapkan dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih
etis dan bermoral.
D. Studi Kasus dan Data Empiris
Sebagai bagian dari
analisis ini, diperlukan studi kasus dan data empiris untuk memberikan gambaran
nyata tentang krisis moral dan etika dalam pendidikan di Indonesia. Beberapa
studi kasus dari berbagai daerah di Indonesia dapat memberikan pemahaman yang
lebih mendalam tentang penyebab dan dampak krisis ini. Misalnya, studi kasus
mengenai pelanggaran etika di sekolah-sekolah tertentu dan bagaimana hal ini
mempengaruhi lingkungan belajar siswa. Data empiris tentang tingkat pelanggaran
etika, survei tentang persepsi siswa dan guru terhadap krisis moral, serta
analisis kebijakan pendidikan yang berkaitan dengan etika dan moral dapat
memberikan dasar yang kuat untuk merumuskan solusi yang efektif.
1. Studi Kasus Pelanggaran Etika di Sekolah Negeri
Sebuah studi kasus di
salah satu sekolah negeri di Jakarta menunjukkan bahwa perilaku tidak etis
seperti mencontek dan bullying terjadi secara meluas. Guru di sekolah tersebut
mengakui bahwa mereka kesulitan untuk menangani masalah ini karena kurangnya
dukungan dan pelatihan yang memadai. Selain itu, survei terhadap siswa
menunjukkan bahwa banyak dari mereka merasa tidak aman dan tidak nyaman di
lingkungan sekolah. Data ini menggarisbawahi pentingnya pelatihan etika bagi
guru dan perlunya kebijakan yang lebih tegas dalam menangani pelanggaran etika
di sekolah.
Banyak sekolah-sekolah lainnya yang mengalami hal
tersebut, sama hal nya disalah satu sekolah dipadang, bahwa mencontek hal yang
biasa dilakukan oleh siswa “saya punya teman yang malas belajar, saat pekerjaan
rumah diberkan guru malah dia datang cepat-cepat kesekolah untuk mendapatkan
contekan dari temannya, kita yang namanya teman kadang susah menidakkannya jadi
dia aman untuk kumpulkan tugas keguru, palingan dia ganti sedikit demi sedikit
biar tidak ketahuan mencontek dengan temannya”
2. Survei Persepsi Siswa dan Guru tentang Krisis
Moral
Survei nasional
terhadap siswa dan guru di berbagai daerah menunjukkan bahwa sebagian besar responden
merasa bahwa krisis moral dan etika adalah masalah serius dalam pendidikan di
Indonesia. Siswa melaporkan bahwa mereka sering menyaksikan atau mengalami
perilaku tidak etis di sekolah, sementara guru menyatakan bahwa mereka merasa
kurang dilibatkan dalam upaya untuk mengatasi masalah ini. Survei ini
menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pelatihan dan
dukungan bagi guru, serta untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman
dan etis bagi siswa.
saya sangat benci dengan bullying, saya sering
dibully sama teman-teman saya disekolah, saya hanya diam bicara sama orang tua
takut bicara sama guru ya tindakan guru tidak terlalu efektif dan membuat siswa
lainnya makin membaik, makanya saya rasa saya tidak cocok di indonesia, saya
ingin kerja diluar negri seperti australia, disana saya mungkin bebas
berekspresi tidak seperti disini, sedikit berbeda dari teman-teman malah kita
dibilang sok keren sehingga bullying terhadap saya sangat sering, saya membenci
teman-teman saya karena sering membuli saya”
3. Analisis Kebijakan Pendidikan tentang Etika dan
Moral
Analisis terhadap
kebijakan pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk
mengintegrasikan pendidikan karakter dalam kurikulum, implementasinya masih
kurang efektif. Banyak sekolah tidak memiliki sumber daya atau dukungan yang
memadai untuk melaksanakan program pendidikan karakter dengan baik. Selain itu,
kebijakan yang ada sering kali tidak diikuti dengan pengawasan dan penegakan
yang efektif. Analisis ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih
komprehensif dan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah untuk mengatasi
krisis moral dan etika dalam pendidikan.
KESIMPULAN
Krisis moral dan etika
dalam pendidikan di Indonesia adalah masalah yang serius dan membutuhkan
perhatian khusus. Upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari semua pihak,
termasuk pemerintah, tenaga pendidik, orang tua, dan masyarakat, sangat
diperlukan untuk mengatasi krisis ini. Pendidikan karakter harus menjadi
prioritas utama dalam sistem pendidikan untuk menciptakan generasi yang
bermoral dan beretika tinggi. Dengan langkah-langkah yang tepat dan kerjasama
yang baik, diharapkan krisis moral dan etika dapat diatasi dan pendidikan di
Indonesia dapat menjadi lebih baik.
Peningkatan kualitas
pendidikan, pelatihan etika bagi guru, peran aktif orang tua dan masyarakat,
penggunaan teknologi yang bijak, dan penegakan hukum yang tegas adalah
langkah-langkah penting yang harus diambil. Dengan pendekatan yang holistik dan
berkelanjutan, diharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang mendukung
pengembangan moral dan etika yang kuat, serta menghasilkan generasi yang berintegritas
dan bertanggung jawab
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Muhammad. (2020). Pendidikan
Karakter di Sekolah. Jakarta: Pustaka Edukasi.
Budi, Samsul. (2018). Etika
dan Moral dalam Pendidikan. Yogyakarta: Lembaga Penerbit Universitas.
Cahyono, Bambang. (2018). Etika
Guru dalam Menyikapi Tantangan Moral. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Damayanti, Retno. (2020). Media
Sosial dan Etika: Tantangan bagi Pendidikan. Bandung: Pustaka Cipta.
Fauzi, Rizki. (2019). Pengaruh
Teknologi terhadap Moral Anak. Bandung: Media Pustaka.
Hartono, Teguh. (2021). Krisis
Moral dalam Pendidikan di Indonesia. Surabaya: Mitra Pustaka.
Hasan, Mochammad. (2019). Moralitas
di Era Digital. Surabaya: Bina Pustaka.
Indrawan, Dewi. (2021). Pendidikan
Karakter: Strategi Efektif dalam Membentuk Siswa Bermoral. Jakarta: Pustaka
Bahagia.
Santoso, Bambang. (2017). Integrasi
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum. Jakarta: Pustaka Abadi.
Sari, Dewi. (2022). Pendidikan
Karakter di Era Digital. Malang: Penerbit Ilmu.
Susanto, Anton. (2019). Pendidikan
Moral dan Etika: Teori dan Implementasi. Bandung: Pustaka Jaya.
Wibowo, Agus. (2020). Peran
Orang Tua dalam Membentuk Karakter Anak. Jakarta: Penerbit Cahaya.
Wirawan, I Gusti Agung.
(2018). Tantangan Teknologi Terhadap Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
Penerbit Buku Kita.
Yusuf, Ahmad. (2019). Pengaruh
Lingkungan Sosial Terhadap Moral Remaja. Surabaya: Pustaka Damai.
Zainuddin, Ahmad. (2021). Pendidikan
Anti Korupsi di Sekolah. Jakarta: Penerbit Bakti.
Muhammad Amin, Pendidikan
Karakter di Sekolah (Jakarta: Pustaka Edukasi, 2020), hlm. 45.
Samsul Budi, Etika
dan Moral dalam Pendidikan (Yogyakarta: Lembaga Penerbit Universitas,
2018), hlm. 72.
Dewi Indrawan, Pendidikan
Karakter: Strategi Efektif dalam Membentuk Siswa Bermoral (Jakarta: Pustaka
Bahagia, 2021), hlm. 78.
Retno Damayanti, Media
Sosial dan Etika: Tantangan bagi Pendidikan (Bandung: Pustaka Cipta, 2020),
hlm. 55.
Mochammad Hasan, Moralitas
di Era Digital (Surabaya: Bina Pustaka, 2019), hlm. 69.
Bambang Santoso, Integrasi
Pendidikan Karakter dalam Kurikulum (Jakarta: Pustaka Abadi, 2017), hlm.
39.
Rizki Fauzi, Pengaruh
Teknologi terhadap Moral Anak (Bandung: Media Pustaka, 2019), hlm. 28.
Dewi Sari, Pendidikan
Karakter di Era Digital (Malang: Penerbit Ilmu, 2022), hlm. 91.
Mochammad Hasan, Moralitas
di Era Digital (Surabaya: Bina Pustaka, 2019), hlm. 69.
Teguh Hartono, Krisis
Moral dalam Pendidikan di Indonesia (Surabaya: Mitra Pustaka, 2021), hlm.
53.
Ahmad Yusuf, Pengaruh
Lingkungan Sosial Terhadap Moral Remaja (Surabaya: Pustaka Damai, 2019),
hlm. 76.
Anton Susanto, Pendidikan
Moral dan Etika: Teori dan Implementasi (Bandung: Pustaka Jaya, 2019), hlm.
65.
Agus Wibowo, Peran
Orang Tua dalam Membentuk Karakter Anak (Jakarta: Penerbit Cahaya, 2020),
hlm. 84.
I Gusti Agung Wirawan,
Tantangan Teknologi Terhadap Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Penerbit
Buku Kita, 2018), hlm. 57.
Ahmad Zainuddin, Pendidikan
Anti Korupsi di Sekolah (Jakarta: Penerbit Bakti, 2021), hlm. 62.
Bambang Cahyono, Etika
Guru dalam Menyikapi Tantangan Moral (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018),
hlm. 48.
Tidak ada komentar