Cerita Mereka Versi Jurnalis Untuk "Sang Inspirator", Sabar AS
Didalam masjid, ada tiga orang yang sudah lebih dahulu dari Saya, satu orang telah berdiri di posisi imam, dua orang pada posisi makmum. Mereka Saya kenal semua, dan merekapun pasti mengenal Saya, karena merasa sama-sama orang Kumpulan, akhirnya tegur sapa, hanya kode senyum saja, maklum, tinggal menunggu imam takbir untuk diikuti.
Dengan kehadiran Saya, jadilah kami bertiga sebagai makmum. Diantara bertiga itu, ada seorang yang membuat hati saya bertanya ”, Sejak kapan “Nambo” ini pandai sholat”. Karena bersifat privasi, namanya tidak Saya sebutkan secara jelas dan suara keras, cukup saya sebut “Nambo” saja.
Setelah selesai sholat, ternyata hujan turun lagi, tidak ada yang bergegas melangkah pulang menembus hujan, akhirnya sembari menunggu hujan reda, duduklah kami berempat ; Menghota kian – kemari, ota parasaian hidup, ota lucu, ota sawah, dll.
Ketika ada celah, Saya langsung menohok Nambo, “Alhamdulillah, Nambo ! Sebagai sesama preman terminal dahulu, Saya bersukur, kita berjumpa di surau ini dan sama-sama menunaikah sholat”, ucap saya.
Lalu menohoknya, “Sejak kapan Nambo mulai sholat ? Kalau dahulu semasa preman terminal, sholat Jumat pun seperti berpantang pada pengajian Nambo”, kata Saya.
Panjanglah cerita Nambo, tetapi pada pokoknya, dia mulai terinspirasi untuk sholat, sejak menemukan BA 1 D di depan Surau Dagang, jam 5.30 pagi, sekitar satu setengah bulan yang lalu.
Ketika itu, Nambo ingin mandi junub (dari hadats besar-red) ke fasilitas air Surau Dagang tersebut, Nambo melihat BA 1 D parkir di depan mesjid, kemudian melihat, ada tiga orang sedang sholat di dalam medjid, yang pertama Sabar AS, kedua ajudan dan ketiga supirnya, yang jadi Imam adalah Sabar AS.
Nambo tahu, mobil dinas BA 1 D adalah mobil bupati, tahu bahwa Bupati Pasaman adalah Sabar AS, tetapi belum pernah melihat wajahnya secara jelas, hanya pernah melihat dari jauh saja.
Nambo menunda mandinya sambil menunggu Sabar AS keluar dari surau, Dia ingin menyapa dan berjabat tangan, Ingin melihat betul wajah Sabar AS dari jarak dekat.
Keinginannya berhasil, Sabar AS keluar dari surau, Nambo langsung menyapa, Saling menyapa seadanya, saling berjabat tangan, saling senyum dan Sabar AS bergegas menuju mobilnya. “Mengejar waktu, bukan sombong, Mukanya jernih, tak ada rona keangkuhan”, nambo bergumam dalam husnu zhonnya.
Sebelum pertemuan tersebut, Nambo sudah punya persepsi negatif terhadap Sabar AS, dari isu-isu, Sabar AS yang melaksanakan safari subuh, hanya “pencitraan” belaka.
Tetapi setelah Nambo menemukan Sabar AS sholat subuh hanya bertiga, Sabar AS, ajudan dan sopirnya di Surau Dagang Kumpulan, Nambo merasa menyesal telah ikut terpengaruh oleh su’u dzhon orang yang tidak suka kepada Sabar AS.
“Tidak pencitraan, tetapi ketaatan”, simpul Nambo dalam pikirannya. Sejak itu, timbul suatu pertanyaan dalam pikiran Nambo, ” Ulama, guru dan orang tua telah menyeru saya untuk sholat, Bupati telah memberi keteladanan kepada saya untuk menunaikan sholat, belum juga saya sholat, saya ini manusia apa syetan ?”. Sejak itu, begitulah pertanyaan yang sering timbul dalam pikiran Nambo.
Spontan saja Nambo menjawab, “Sabar AS !”
Bagi saya, memilih Sabar AS adalah kebaikan yang akan mengurangi lama hukuman saya di neraka”, tegas Nambo. Dijelaskan Nambo alasannya, menurut perintah agama, pedoman pertama dan utama memilih istri adalah agamanya, memilih BUPATI juga harus diyakini berdasarkan agamanya.
“Apalagi, Sabar AS telah menginspirasi saya untuk kembali kepada agama”, ucap Nambo.
#Ril/Adek
Tidak ada komentar